Kurikulum merupakan alat transmisi kebudayaan, transaksi dengan masyarakat, atau transformasi pribadi anak didik. Konsep kurikulum transformasi menekankan adanya kepedulian kurikulum terhadap lingkungan dimana siswa berada. Kurikulum sekolah yang dipengaruhi konsep ini hendaknya terintegrasi dengan lingkungan, dan berhubungan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Model konsep kurikulum ini memfokuskan pada perubahan sosial dan personal pada diri siswa yang bersifat pluralistik dan holistik.
Model kurikulum Miller-Seller merupakan pengembangan kurikulum kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s & Robinson). Miller Seller (1985) mendefinisikan kurikulum sebagai rangkaian interaksi sadar (intentional interactions) yang bersifat eksplisit maupun implicit yang didesain untuk memfasilitasi belajar siswa dan perkembangan siswa, serta untuk memberikan arti (meaning) pada pengalaman. Interaksi yang terjadi bisa antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan bahan pelajaran, antara siswa dengan komputer, dan bahkan antara siswa dengan masyarakat.
Interaksi terjadi pada level yang berbeda pula untuk level yang paling bawah dimana siswa hanya menyerap informasi factual dari suatu buku pelajaran saja, pada level yang lebih tinggi interaksi antara siswa dengan guru dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan pemecahan masalah, dan pada level yang paling tinggi siswa mengalami, seperti melalui puisi eksperimen ilmiah, atau musik, merangsang kesadaran baru, persepsi baru atau pemahaman kognitif dialog antara siswa dan guru berlangsung dalam hubungan (saya-anda) atau suatu mutualitas terbuka antara siswa dan guru.
Guru adalah agen pengembang kurikulum, sehingga untuk memudahkan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengembangkurikulum dalam mengembangkan suatu perspektif kurikulum yang lebih jelas, maka guru dituntut untuk memahami hubungan-hubungan antara teori kurikulum (dasar filosofis, psikologis, dan sosial) dan praktek kurikulum (pengembangan implementasi, evaluasi). Menurut Miller-Seller (1985) ada tiga orientasi kurikulum yang mempengaruhi terjadinya perbedaan dalam program-program kurikulum. Pengembangan, implementasi, dan evaluasi kurikulum hendaknya dilakukan sesuai dengan posisi atau orientasi kurikulum yang mendasarinya.
Miller dan Seller mencoba menyusun suatu model yang lebih komprehensif berdasarkan pandangan mereka tentang kurikulum. Miller dan Seller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum dan lain sebagainya. Miller & Seller (1985) mengemukakan bahwa suatu kurikulum tetap berada di salah-satu dari tiga orientasi, yaitu transmisi (transmission), transaksi (transaction), transformasi (transformation). Ketiga posisi ini mempunyai ciri-ciri tersendiri, sesuai dengan alur paradigmanya.
Orientasi transmisi (transmission orientation)
Transmisi adalah psikologi behavioristik yang menekankan pada penganalisisan kegiatan manusia untuk dapat di gunakan dalam memprediksi dan mengontrol prilaku. Posisi transmisi berorientasi pada paradigma atomistik, yang berakar pada logika positivisme, dan teori behavioral psychology. Dalam posisi ini pendidikan berfungsi untuk memindahkan fakta-fakta, keterampilan-keterampilan, dan nilai-nilai. Secara khusus, transmisi berorientasi pada penguasaan (mastery) subjek-subjek sekolah melalui metode pengajaran tradisional seperti mempelajari buku pelajaran khusus, memahirkan keterampilan dasar, dan nilai-nilai budaya dan lebih dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat.
Perilaku manusia dipandang secara mekanistik, keterampilan-keterampilan pelajar dikembangkan melalui strategi pembelajaran khusus (orientasi belajar berdasarkan kompetensi), yang mengutamakan cara-cara penyampaikan keterampilan-keterampilan, pengetahuan, dan nilai-nilai yang jelas pada pelajar. Hasil belajar harus ditunjukkan dalam bentuk perilaku atau unjuk kerja. Dengan demikian tujuan kurikulum dan pengajaran dirumuskan untuk batas kemampuan minimal yang harus dikuasai atau dicapai oleh subjek didik. Rumusan tujuan itu harus dalam bentuk unjuk kerja yang terukur dan teramati.
Posisi transmisi dalam pelaksanaan pendidikan saat ini tercermin dalam tiga orientasi khusus yaitu penguasaan materi (bahan ajar), berdasarkan kompetensi, dan transformasi budaya. Posisi ini berpusat pada orientasi subjek dan memberikan tekanan pada penguasaan pelajar atas isi subjek. Kondisi ini, mencerminkan bahwa penguasaan bahan ajar, belajar tuntas, pendidikan berdasarkan kompetensi, merupakan ciri utama dalam posisi transmisi. Fokus pembahasan orientasi ini mengacu pada pemilahan subjek ke dalam satuan-satuan kecil, sehingga pelajar dapat menguasai keterampilan-keterampilan dan isi khusus. Kurikulum pada orientasi ini menekankan pada isi atau materi ajaran, isinya bersumber pada disiplin ilmu yang terstruktur/sistematis, guru berfungsi sebagai pemberi arahan langsung dan penyampai ilmu, teknologi, dan nilai sehingga harus menguasai materi ajar dengan baik. Sementara siswa harus bekerja keras sebagai penerima materi ajar, sehingga proses belajar yang terjadi adalah ekspositori dan evaluasi pembelajaran menggunakan tradisional achievement seperti tes, uraian, multiple objective, dan sebagainya. Pendidikan adalah ilmu yang harus dikuasai siswa dalam kompetensi-kompetensi yang dapat diukur, dengan demikian, tujuan pendidikan yang digunakan adalah penguasaan mata pelajaran dan norma-norma sosial yang sifatnya pengetahuan.
Ciri utama tujuan dalam posisi transmisi mengarah pada :
Penyiapan peran peserta didik di masyarakat.
Pencapaian tujuan dilakukan dengan memberikan tekanan pada kemampuan-kemampuan dasar dan keterampilan berhitung dan menggabungkannya dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat umum.
Lulusan harus kompeten dalam keterampilan dasar dan dipersiapkan untuk menegakkan nilai-nilai dan tradisi-tradisi yang menjadi pusat perhatian masyarakat.
Orientasi transaksi (transaction orientation)
Teori transaksi adalah hubungan timbal balik siswa dengan lingkungan dengan tujuan mencerdaskan intelegensi siswa. Teori ini menuntut siswa belajar dengan menekankan observasi terhadap alam dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan pengalaman serta menekankan pentingnya melaksanakan problem solving bagi para siswa.
Dalam orientasi transaksi, antara kurikulum dan siswa saling memberi pengaruh. Individu dipandang sebagai seseorang yang rasional dan memiliki kemampuan inteligensi untuk menyelesaikan masalah. Pendidikan dipandang sebagai dialog antara siswa dan kurikulum, dimana siswa membangun pengetahuan melalui proses dialog, sebab siswa dipandang mempunyai keterampilan seperti kemampuan berfikir. Elemen inti dari transaksi ini adalah terletak pada strategi kurikulum yang membantu pemecahan masalah (orientasi proses kognitif), aplikasi keterampilan memecahkan masalah didalam kontek sosial secara umum dan didalam kontek proses demokratik (orientasi kewarganegaraan demokratis) dan pengembangan keterampilan kognitif didalam berbagai disiplin akademis.
Paradigma filsafat scientific merupakan metode ilmiah yang dipakai dalam orientasi transaksi ini. Pusat orientasi transaksi ini adalah ide yang diambil dari psikologi perkembangan dimana siswa harus diberi kesempatan menyelidiki dunia fisik, moral, dan sosial. Lingkungan belajar, harus kaya dengan beragam materi dan ide sehingga memungkinkan penyelidikan terhadap problem yang bervariasi.
Posisi transaksi ini lebih jauh dapat ditelusuri hingga masa pencerahan (enlightenment) dan dampaknya pada para pemikir Amerika seperti Benjamin Franklin dan Thomas Jefferson yang tidak mengakui pandangan pendidikan Calvinis tetapi memandangnya untuk suatu kurikulum yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan intelektual siswa. Selama abad ke-19 para pembaharu pendidikan mengususlkan terus berusaha mengembangkan pandangan pendidikan agar sekolah meninggalkan peranan tradisional sebagai pengembang model belajar hafalan (rote learning). Tokohnya adalah Johan Heinrich Pestalozzi. Tujuan utama pandangan pendidikan transaksi ini adalah untuk pengembangan inteligensi anak, termasuk melalui pemecahan masalah yang dipelopori John Dewey.
Model-model evaluasi kurikulum pada transaksi adalah bertujuan menyediakan kerangka kerja untuk pengembangan rancangan evaluasi serta dirancang untuk meyakinkan bahwa semua data terkumpul dan memberika informasi yang relevan bagi pihak yang membutuhkan. Model-model pengembangan kurikulum pada transaksi menurut model Robinson:
Pengembangkan pertanyaan-pertanyaan tujuan
Mengembangkan tujuan-tujuan pembelajaran yang lebih umum
Mengembangkan deskripsi-deskripsi pertumbuhan
Mengembangkan tujuan-tujuan pembelajaran khusus.
Merancang skema-skema pertumbuhan yang di kaitkan dengan model pembelajaran dan nilai
Mengembangkan bahan-bahan kurikulum tertulis.
Orientasi transformasi (transformation orientation)
Transformasi adalah semua phenomena bagian dari keseluruhan yang saling berhubungan. Sedangkan menurut Weinstein dan fentini, model pengembangan kurikulum pada transforamasi meliputi: identifikasi peserta didik sebagai fokus utama kurikulum. Memastikan minat dan kebutuhan peserta didik, mendiagnosis alasan-alasan minat dan kebutuhan peserta didik, mengembangkan tujun-tujuan sesuai konsen peserta didik, pengembangan tema untuk pengorganisasian materi, serta menyeleksi materi yang akan dijadikan sarana pencapaian tujuan.
Belajar Teori Transformasional awalnya dikembangkan oleh Jack Mezirow digambarkan sebagai "konstruktivis, orientasi yang memegang bahwa pelajar cara menafsirkan dan menafsirkan pengalaman indrawi mereka adalah, pusat membuat makna dan karenanya belajar" (Mezirow, 1991). Teori ini memiliki dua jenis dasar belajar: belajar instrumental dan komunikatif.
Dalam orientasi transformasi ini, kurikulum dan siswa saling menyentuh (interpenetrate) secara holistik. Transformasi ditujukan pada pengembangan pribadi dan perubahan sosial, sehingga dikembangkan pola hubungan yang dekat antar individu dan masyarakat. Untuk mendukungnya, secara spesifik, model ini menekankan pada pengajaran berbagai keahlian untuk memajukan transformasi pribadi dan sosial, visi perubahan sosial sebagai perkembangan yang harmonis dengan lingkungan, dan hubungan dimensi spiritual dengan lingkungan (orientasi transpersonal). Teori pendidikan yang digunakan adalah pendidikan progresifdan romantik, dengan model kurikulum humanistik. Orientasi ini didasarkan pada dua pemikiran, yaitu:
Elemen romantik yang menghasilkan argumen bahwa anak pada dasarnya bagus dan pendidik harus memungkinkan potensi alami anak untuk berkembang dengan sedikit campur tangan
Orientasi perubahan sosial yang berargumen bahwa pendidik harus mengambil pandangan kritis yang lebih terhadap peran sekolah dalam masyarakat sehingga sekolah tidak sekedar tertarik secara ekonomi, tapi juga berperan dalam perubahan sosial politik. Transformasi beranggapan bahwa pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu mengaktualisasikan diri
Komentar
Posting Komentar